Praktisi Hukum Angkat Bicara Soal Dugaan Pungli di Pasar Wage Baru Nganjuk
Fajar Eljundy
1/14/20252 min read


ARTIKATA, NGANJUK -- Baru-baru ini masyarakat Kabupaten Nganjuk digemparkan dengan pengakuan salah satu pedagang Pasar Wage Baru Nganjuk yang menyatakan menjadi korban dugaan pungutan liar (pungli) oknum pihak pasar.
Para pedagang dimintai sejumlah uang dengan kedok uang retribusi. Jumlahnya pun bervariasi, ada yang Rp 240ribu per bulan, ada pula yang mencapai lebih dari Rp 485ribu per bulan.
Mirisnya, bukti pembayaran yang mereka peroleh tidak menerangkan bahwa penarikan itu berasal dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nganjuk. Bahkan stempel pun tidak dibubuhi.
Merespon hal tersebut, praktisi hukum Prayogo Laksono pun ikut buka suara. Pria bergelar Magister Hukum ini menyayangkan adanya informasi bahwa oknum pihak pasar terlibat dalam dugaan pungli tersebut.
"Jika informasi itu benar adanya, maka hal ini sangat disayangkan," kata Prayogo saat ditemui di kantornya, Jumat (3/1/2025).
Prayogo mendesak agar Pemkab Nganjuk segera mengusut tuntas persoalan tersebut sebagai komitmen menunjukkan pemerintahan yang bersih.
"Kasus dugaan pungli ini harus menjadi atensi Pj Bupati Nganjuk, Sri Handoko Taruna. Inspektorat harus diturunkan untuk melakukan penelusuran ada atau tidaknya pungli tersebut," beber Prayogo.
Jika nantinya dalam penelusuran ditemukan indikasi yang mengarah pada tindakan perbuatan melawan hukum, maka kata Prayogo, Pemkab Nganjuk tidak boleh tutup mata. Namun sebaliknya, mereka wajib hukumnya untuk dibawa ke proses hukum.
Karena menurut Prayogo, sekecil apapun bentuk pungutan yang dibebankan kepada pedagang tanpa adanya asas legaliatas dalam hukum administarsi negara, tentu hal tersebut tidak dibenarkan. Terlebih dalam persoalan ini ada nama Pemkab Nganjuk yang ikut terseret.
"Ini tentu akan menunjukkan marwah pemerintahan. Pj Bupati harus segera menyelesaikan persoalan ini, karena ini sebagai bukti bahwa ia menjalankan pemerintahan yang bersih dan transparan. Apalagi ini menjelang dirinya berakhir menjabat sebagai Pj Bupati Nganjuk," ucap Prayogo.
Lebih jauh, Prayogo mengingatkan bahwa negara Indonesia merupakan negara hukum. Oleh sebabnya setiap perbuatan warga negara harus sesuai aturan hukumnya.
"Kalau besaran penarikan itu tidak dilandasi dengan dasar hukum, maka sikap oknum yang mengatasnamakan negara ini sudah mengarah ke suatu perbuatan melawan hukum, yakni dugaan melakukan pungli terhadap pedagang," ucap Prayogo.
Dengan demikian, maka tindakan oknum tersebut berpotensi melanggar ketentuan Pasal 12 huruf e UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Pungli itu bisa dikatakan sebagai korupsi. Sehingga Pasal 12 e bisa diterapkan bagi pelaku pungli. Mereka diancam hukuman penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun," pungkas Prayogo.
Diberitakan sebelumnya, salah satu pedagang di kawasan Pasar Wage Baru Nganjuk bernama Rohmat (bukan nama sebenarnya) menceritakan bahwa dia dan pedagang lainnya harus membayar biaya retribusi sebesar Rp 8.000 per hari.
"Jadi satu bulan membayar Rp 240ribu, itu wajib hukumnya, kata Rohmat saat ditemui di lapaknya," Jumat (28/12/2024).
Uang itu, kata Rohmat, disetorkan kepada petugas Pasar Wage Baru berinisial S.
"Jadi bayarnya ke (pria berinisial) S. Setiap akan ada penarikan biasanya diingatkan melalui pesan WhatsApp," tutur Rohmat.
Sedianya, imbuh Rohmat, setelah membayar uang retribusi tersebut, dirinya mendapatkan bukti pembayaran dari petugas pungut. Hanya saja bukti pembayaran tersebut tidak memiliki kop resmi dan tidak berstempel.
Sehingga dengan kondisi itu, dia menduga ada sebagian uang yang diklaim sebagai retribusi masuk ke kantong pribadi.
"Kemungkinan uang itu masuk ke kantong pribadi," ucap Rohmat.
Inspirasi
Sumber informasi dan inspirasi untuk semua.
info iklan
Media
artikatamedia@gmail.com
0851-0406-2576
© 2025. All rights reserved.