JOMBANG, ARTIKATA — Sebelum mengembuskan napas terakhir pada Selasa siang (16/12/2015) usai mengalami anfal dan sempat dilarikan ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya, Kusnadi—tersangka kunci skandal korupsi dana hibah DPRD Jawa Timur—meninggalkan pengakuan yang berpotensi mengguncang lingkar kekuasaan di Jombang.

Dalam wawancara eksklusif di kediamannya di Sidoarjo, Senin (15/12/2026), Kusnadi secara terbuka mengurai relasi personal hingga jejaring politik yang menyeret nama Sean Choir, sosok yang belakangan santer disebut sebagai orang dekat bahkan orang kepercayaan Bupati Jombang.

Kusnadi tak menampik kedekatannya dengan Sean Choir. Ia mengenal Choir sejak masih menjadi dosen di Universitas Darul Ulum (Undar) Jombang. Perkenalan itu, menurut Kusnadi, difasilitasi oleh Fadtorrasjid, Ketua DPRD Jatim periode awal pasca-Reformasi.

Relasi keduanya, kata Kusnadi, memang tidak tercatat dalam kontrak proyek atau dokumen resmi. Namun, ia mengakui adanya aliran bantuan uang tunai secara personal. “Pernah minta bantuan uang, kisaran Rp 5 juta sampai Rp 10 juta. Itu urusan pribadi, bukan proyek,” ujar Kusnadi.

Namun, pengakuan ini justru membuka pintu spekulasi lebih besar, mengingat posisi Sean Choir yang kini disebut-sebut berada sangat dekat dengan pusat kekuasaan di Kabupaten Jombang.

Lebih jauh, Kusnadi mengungkap fakta mengejutkan: Sean Choir adalah orang yang memperkenalkannya kepada Hasanuddin, sosok Korlap PDI Perjuangan yang kini ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasus suap dana hibah Pokmas APBD Jatim. “Yang mengenalkan saya ke Hasanuddin itu Sean Choir,” tegas Kusnadi. Meski demikian, ia berdalih bahwa pemeriksaan Choir oleh KPK di Mapolresta Blitar tidak berada dalam jalur keterangannya. “Bukan jalur saya,” ujarnya singkat namun penuh tanda tanya.

Ketika ditanya alasan Sean Choir diperiksa di Blitar, Kusnadi menduga kuat ada kaitannya dengan skema yang disusun Hasanuddin atau Korlap lain, Jodi Pradana Putra (JPP). Dugaan ini semakin memperkuat asumsi bahwa Choir bukan sekadar figur pinggiran dalam pusaran perkara.

Menanggapi isu bahwa Sean Choir kini berperan sebagai penasihat atau figur berpengaruh di sekitar Bupati Jombang, Kusnadi menyampaikan peringatan keras yang bernada politis dan moral. “Bupati harus bekerja sesuai mekanisme dan aturan. Kalau Sean Choir tidak baik untuk Bupati dan rakyat Jombang, lebih baik dijauhi,” kata Kusnadi lugas.

Ia menutup pengakuannya dengan kalimat yang terasa seperti wasiat politik: “Lebih baik kehilangan satu orang daripada kehilangan semuanya.”

Sementara itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya resmi menahan empat dari lima Koordinator Lapangan (Korlap) dalam kasus suap pengurusan Dana Hibah Kelompok Masyarakat (Pokmas) APBD Jawa Timur 2021–2022. Mereka adalah Hasanuddin, Jodi Pradana Putra, Sukar, dan Wawan Kristiawan.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkap bahwa para Korlap menerapkan skema ijon—uang pelicin yang diberikan di awal kepada anggota DPRD Jatim agar proposal hibah cair. Praktik ini mengubah dana hibah pokok-pokok pikiran (pokir) menjadi ladang suap terstruktur.

Dampaknya sangat merugikan masyarakat. Dari total anggaran, hanya sekitar 40 persen yang benar-benar sampai ke rakyat. Sisanya tergerus fee anggota dewan (15–20 persen), Korlap (5–10 persen), dan aktor lainnya. Akibatnya, kualitas proyek publik seperti jalan dan bangunan menjadi buruk dan rawan rusak.

DPD PDI Perjuangan Jawa Timur telah merespons dengan memproses pengunduran diri Hasanuddin. Namun, pengakuan terakhir Kusnadi membuka pertanyaan baru: sejauh mana jejaring dana hibah ini merembet ke lingkar kekuasaan daerah?

Predict the future

You didn’t come this far to stop