Eko Apri Darto, Putra Ngepung yang Persembahkan Hidupnya untuk Kemanusiaan dan Seni
Bagi Eko, pasien bukan sekadar objek pelayanan, melainkan keluarga yang harus ditangani dengan penuh kasih dan profesionalisme. Prinsip itu terus ia pegang, hingga akhirnya pada tahun 2014 ia dipindahkan ke Poli Ortopedi, tempatnya mengabdi hingga sekarang sebagai PNS perawat.
PROFILPERISTIWA
Redaksi
9/13/20252 min read


NGANJUK, ARTIKATA – Tidak banyak orang yang mampu menyeimbangkan antara pengabdian sebagai tenaga kesehatan dan kecintaannya pada seni tradisi. Sosok itu bernama Eko Apri Darto, pria asal Dusun Jenar, Desa Ngepung, Kecamatan Patianrowo, Kabupaten Nganjuk, yang hingga kini dikenal sebagai perawat andal sekaligus seniman karawitan yang penuh dedikasi.
Eko, lahir sebagai anak pertama dari pasangan Saeroji, pensiunan Depdikbud Nganjuk (kini Dinas Pendidikan), dan Suwarti, pensiunan guru, tumbuh dengan disiplin, kerja keras, sekaligus nilai-nilai keikhlasan yang diwariskan orang tuanya. Pendidikan dasar hingga menengah ditempuhnya di Ngepung dan Kertosono, hingga akhirnya melanjutkan ke Akademi Keperawatan Karya Husada Pare dan lulus pada tahun 1995.
Namun, jalan hidupnya tak langsung mulus. Setelah lulus, Eko sempat menganggur hingga akhirnya diterima sebagai tenaga harian lepas (THL) di RS Bhayangkara Nganjuk pada 1998. Satu tahun berselang, ia mendapat SK honorer di RSUD Kertosono, tempat yang menjadi panggung utama pengabdiannya.
Perawat di Garda Terdepan
Sejak awal karier, Eko ditempatkan di IGD RSUD Kertosono sekaligus menangani kamar jenazah. Bertugas di IGD pada era tahun 2000-an, Eko menghadapi berbagai kondisi darurat, termasuk tragedi kecelakaan bus jurusan Surabaya–Tasikmalaya yang menabrak rumah warga pada dini hari.
“Korban meninggal ada tujuh orang, yang luka berat juga banyak. Sementara fasilitas hanya enam bed. Kami sampai minta bantuan juru parkir untuk evakuasi,” kenang pria kelahiran 28 April 1974.
Bagi Eko, pasien bukan sekadar objek pelayanan, melainkan keluarga yang harus ditangani dengan penuh kasih dan profesionalisme. Prinsip itu terus ia pegang, hingga akhirnya pada tahun 2014 ia dipindahkan ke Poli Ortopedi, tempatnya mengabdi hingga sekarang sebagai PNS perawat.
Sisi Lain: Seniman Karawitan
Di balik kesibukannya, Eko tetap menjaga cintanya pada seni. Sejak muda ia dikenal gemar menabuh gamelan dan mendalami cerita pewayangan. Bahkan, ia pernah belajar karawitan langsung di pendopo almarhum Harmoko, Menteri Penerangan era Orde Baru. Dari situlah ia kerap diundang pentas bersama grup karawitan, berkeliling kota hingga luar daerah.
Julukan-julukan akrab pun melekat padanya. Saat SMA, teman-temannya memanggilnya Wayang, sedangkan saat kuliah ia dijuluki Cakil karena piawai memperagakan tari Cakilan. Hingga kini, panggilan itu masih melekat setiap kali ia reuni dengan kawan lamanya.
Kehidupan Keluarga
Di balik sosoknya yang bersahaja, Eko adalah kepala keluarga yang hangat. Ia menikah dengan Siti Yunik Indriyani pada 2003, dan dikaruniai dua putri: Nikolas Candrawati (22), yang kini bekerja di klinik swasta di Kediri, serta Nararya Candrakirana, pelajar kelas XI SMA Negeri 1 Patianrowo.
Meski sibuk sebagai PNS, ia tetap melibatkan diri dalam kegiatan masyarakat dan keagamaan. Baginya, mengabdi tidak hanya soal profesi, tetapi juga tentang bagaimana memberi manfaat bagi lingkungan.
“Saya hanya berharap anak-anak bisa mendapat masa depan yang cerah, lebih baik daripada orang tuanya,” tutur Eko dengan rendah hati.
Sosok Teladan
Kisah perjalanan hidup Eko Apri Darto adalah potret dedikasi tanpa henti. Dari IGD yang penuh tekanan hingga poli spesialis, dari panggung karawitan hingga kegiatan masyarakat, ia hadir bukan hanya sebagai perawat, tetapi juga teladan tentang arti pengabdian, kesetiaan, dan kecintaan pada budaya.
Inspirasi
Sumber informasi dan inspirasi untuk semua.
info iklan
Media
artikatamedia@gmail.com
0851-0406-2576
© 2025. All rights reserved.